Hukum Online - http://www.hukumonline.com/
Verifikasi ternyata tidak hanya dilakukan terhadap 47 parpol yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan. Di luar itu, tim juga berencana memeriksa ulang parpol yang tidak lolos.
Pemilihan Umum (Pemilu) 2009 benar-benar akan menjadi perhelatan penting bagi kehidupan demokrasi di Indonesia. Begitu pentingnya, segala hal pun dipersiapkan secara serius. Drama tarik-ulur pengesahan RUU Pemilu Legislatif beberapa hari lalu, misalnya dari sudut pandang tertentu, bisa diartikan DPR tidak main-main dalam membentuk undang-undang yang dinanti-nanti kalangan politisi ini. Dalam takaran yang berbeda, keseriusan juga coba ditunjukkan oleh Departemen Hukum dan HAM (Depkumham).
Sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 2 Tahun 2008, Depkumham diserahi tugas menerima pendaftaran dan melakukan penelitian dan/atau verifikasi kelengkapan partai politik (parpol). Fase pendaftaran baru saja berakhir 27 Februari lalu dengan menyisakan 47 parpol yang dinyatakan telah melengkapi persyaratan. Sejak itu, fase verifikasi terhadap parpol yang lolos pun dimulai dengan jangka waktu paling lama 45 hari sejak diterimanya dokumen persyaratan secara lengkap.
“Kami targetkan sebelum tanggal 15 April 2008 akan muncul nama-nama partai yang lolos verifikasi,” ujar Direktur Tata Negara Ditjen Administrasi Hukum Umum (AHU) Dephukham Aidir Amin Daud.
Dalam rangka memenuhi memenuhi target tersebut, Tim Verifikasi diboyong ke sebuah komplek peristirahatan atau lazim disebut villa di kawasan Puncak, Jawa Barat. Lokasi persisnya, “Dirahasiakan,” ujar salah seorang staf Media Centre Depkumham menjawab keingintahuan sejumlah wartawan yang hendak meliput proses verifikasi. Demi menjaga kerahasiaan, informasi lokasi dalam undangan peliputan pun hanya tertulis Puncak.
“Tujuannya biar kerja tim fokus, tenang dan tanpa gangguan, khususnya dari parpol,” jelas Aidir. Berdasarkan pengamatan hukumonline, lokasi yang dimaksud ternyata benar-benar dirancang agar sulit dijangkau dan diketahui khalayak umum. Penjagaan di pintu masuk komplek, misalnya, terbilang cukup ketat. Belum lagi, letak villanya yang berjarak sekitar 3 KM dari gerbang dengan jalan berliku-liku.
Dikonsentrasikan di salah satu ruangan, kerja tim yang terdiri dari 30 orang ini terbagi menjadi beberapa tahap. Pertama, anggota Tim baik sendiri maupun berpasangan mengidentifikasi kelengkapan berkas mulai dari SK, fotocopy identitas pengurus, data domisili, surat pernyataan tidak terlibat parpol lain, dan status kantor. “Hingga hari ini (4/3), proses identifikasi sudah berjalan 50%,” ungkap Aidir.
Tahap selanjutnya adalah pengecekan ulang kelengkapan berkas secara acak oleh anggota tim yang berbeda. Setelah itu, kelengkapan berkas yang telah diperiksa dibuatkan tabulasi sebagai dasar rujukan daftar sementara parpol yang lolos seleksi administrasi. Hasil akhir nantinya akan diputuskan melalui rapat koordinasi antara Dirjen AHU dengan perwakilan instansi lain seperti Departemen Dalam Negeri dan juga Dirjen HAKI terkait persoalan nama dan lambang parpol.
Verifikasi ternyata tidak hanya dilakukan terhadap 47 parpol yang telah dinyatakan memenuhi persyaratan. Di luar itu, tim juga berencana memeriksa ulang parpol yang tidak lolos. Aidir menjelaskan kebijakan yang sebelumnya tidak masuk dalam rencana kerja Tim Verifikasi ini, diambil dalam rangka mengantisipasi kemungkinan adanya kesalahan pada saat penerimaan berkas. “Saya pribadi yakin sih tidak ada, tetapi kita juga jangan terlalu meremehkan segala kemungkinan,” ujarnya.
Pencatutan nama
Terkait lokasi yang dirahasiakan, Aidir mengatakan hal tersebut tidak menjamin akan menjauhkan tim dari gangguan pihak-pihak luar. Apalagi, walaupun terkesan diisolir, anggota tim tidak dikenakan larangan penggunaan alat komunikasi. “Kalau mereka punya HP (telepon genggam, red.) tujuh bagaimana cara mengawasinya,” tukasnya berandai-andai.
Aidir sendiri mengaku beberapa kali pernah dihubungi oleh orang parpol. Namun, dia menegaskan sejauh ini, semua gangguan tersebut berhasil diatasinya. “Saya cukup menjawab bahwa tim bekerja secara profesional,” tuturnya. Sebelumnya, Aidir bahkan sempat dipusingkan dengan pengaduan sejumlah orang parpol yang mengaku pernah ‘diperas’ oleh orang mengaku bernama Aidir. Endang, Sekretaris PDI 73, salah satu korbannya dengan permintaan uang sebesar Rp175 juta.
“Saya sudah klarifikasi kepada setiap korban pemerasan yang melapor, kami tegaskan Depkumham tidak memberlakukan tarif apa-apa kecuali Rp200 ribu untuk biaya PNBP (Peneriman Negara Bukan Pajak, red.),” ujarnya. Sayangnya, walaupun namanya dicatut, Aidir mengatakan enggan menindaklanjuti kasus ini ke proses hukum. Dia yakin pelakunya hanyalah penelepon gelap yang ingin memanfaatkan keadaan.
baca selengkapnya..